Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 16 Desember 2011

jadikan subuhku bermakna ya Allah



Saya sudah lama ingin menulis ini dan sekarang alhamdulillah terlaksana. Saya teringat sebuah pesan dari Baginda Nabi saw, berikut pesan beliau:

« إن أثقل صلاة على المنافقين صلاة العشاء ، وصلاة الفجر ، ولو يعلمون ما فيها لأتوهما ولو حبوا ، ولقد هممت أن آمر بالصلاة فتقام ، ثم آمر رجلا فيصلي بالناس ، ثم انطلق معي برجال معهم حزم من حطب إلى قوم لا يشهدون الصلاة فأحرق عليهم بيوتهم بالنار » . متفق عليه .
“ Sesungguhnya solat yang terberat bagi orang-orang munafik adalah solat isya’ dan solat subuh, kalau sekiranya mereka mengetahui apa yang terdapat di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangai keduanya meski dengan terjatuh, dan sunggguh aku telah berhasryat untuk memerintahkan seseorang  agar mendirikan solat, kemudian akau meminta seseorang agar menjadi imam, lalu aku pergi bersama orang-orang membawa kayu bakar kepada kaum yang tidak hadir solat, lalu aku bakar mereka dengan rumah-rumah mereka dengan api.” (HR: Bukhari Muslim).


Hidup jauh dari keluarga terutama orang tua kadang membuat saya menjadi orang yang lebih malas dari saya yang sebelumnya. Entah mengapa, mungkin karena tidak ada yang kelihatan ada dan hadir mengontrol hidup saya. Jadi, untuk mengantisipasi itu, saya lebih memilih untuk meng-create lingkungan yang mendukung saya agar tidak larut dalam kemalasan. Salah satu yang kerap menjadi contoh kemalasan saya adalah sholat subuh berjamaah di masjid. Saya pikir sebagian besar lelaki muslim sudah tahu bagaimana wajibnya sholat berjamaah di masjid. Bahkan, sudah digambarkan rasulullah seperti pesan beliau di atas. Akan tetapi, masih ada saja orang seperti saya yang masih kerap meninggalkan sholat subuh di masjid. Dan hebatnya, kita punya seribu satu alasan untuk mendukung kelalaian besar yang kita lakukan ini mulai dari begadang, banyak tugas/pekerjaan rumah, insomnia, terlalu capek, dll. Hebatnya lagi, ada yang sengaja memang, seperti: nonton bola sampai pagi, main game, clubbing, asyik online/chatting, dll. Ketika saya melihat begitu banyak alasan yang sengaja kita ciptakan untuk mengelabui Allah (naudzubillah), saya melihat keadaan yang miris sekali. Karena saya tinggal di kost bersama mahasiswa lainnya, saya sempat beranggapan bahwa yang namanya mahasiswa apalagi laki-laki ya seperti ini, bangunnya siang dan tidak pernah sholat subuh tepat waktu atau bahkan tidak sholat subuh dengan sengaja. Apalagi jika ada kuliah atau praktikum pagi jam 6 atau jam 7, kita bangun, terus mandi, langsung bablas capcus ke kampus. Setiap hari seperti itu. Saya kembali teringat sebuah kutipan tulisan bahwa sungguh pengulangan akan suatu aktivitas yang tidak sengaja atau sengaja kita lakukan dapat menimbulkan kebiasaan. Karena kita setiap hari sengaja meninggalkan sholat subuh, begitu terus diulang-ulang, maka timbul perasaan tidak bersalah ketika meninggalkannya. Naudzubillah..

Saya terlalu asyik dengan empuknya bantal, guling, dan kasur, sehingga saya malas untuk merasakan betapa kasarnya karpet masjid. Saya terlalu asyik dengan lantunan musik pengiring tidur sehingga telinga saya malas untuk mendengar adzan subuh yang menggema. Saya sibuk menarik selimut untuk menghangatkan tubuh sehingga saya malas untuk bangun, wudhu dengan air dingin, dan berjalan keluar di dinginnya pagi. Saya malas ya Allah. Apakah kemalasan saya ini adalah bibit-bibit kemunafikan yang ada dalam diri saya? Atau apakah saya sudah termasuk orang-orang yang munafik? Naudzubillah.

Apakah begitu berat untuk memasang alarm handphone, jam, atau sesuatu yang membuat kita terbangun? Apakah berat ketika lebih memilih untuk tidur dengan alas yang keras ketimbang menggunakan kasur yang empuk? Apakah begitu berat untuk tidur lebih awal? Apakah begitu berat untuk meminta tolong kepada teman kita untuk saling membangunkan? Apakah begitu berat untuk merelakan sebagian kenyamanan yang melenakan kita? Apakah begitu berat untuk memohon kepada Allah agar dibangunkan dengan keadaan yang lebih segar dari sebelumnya? Jika iya, mungkin benar ada bibit kemunafikan dalam diri kita.

Orang munafik jika berbicara selalu bohong, apakah kita termasuk? Kita selalu berbicara bahwa Tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad utusan Allah, tetapi itu hanya sebatas omongan saja, hanya sebatas KTP yang berbicara. Orang munafik jika berjanji selalu ingkar, apakah kita termasuk? Tidakkah kita perhatikan bahwa kalimat syahadat yang kita yakini dan kita ucapkan itu sebuah janji? Bukan hanya sebatas pengakuan? Itu janji dan kita kerap mengingkarinya. Ketika subuh Tuhan kita tidak lagi Allah, tetapi kita menuhankan mimpi-mimpi kita kala tidur, kita menuhankan bantal, guling, kasur, dll. Kita larut dalam penyembahan kepada hal-hal itu. Orang munafik jika dipercaya akan berkhianat, apakah kita termasuk? Bukankah diciptakannya kita ini merupakan bukti bahwa kita memang dipercaya oleh Allah untuk hidup di dunia ini, bahkan untuk menjadi khalifah? Bukankah Allah mempercayakan waktu 24 jam penuh untuk kita dan menyerahkannya kepada kita untuk diatur sebaik mungkin? Duh, kita lalai, kita khianat. Penciptaan tidak kita anggap sebagai bentuk kepercayaan Tuhan atas diri kita. Kita tidak bisa mengatur waktu sedemikian rupa sehingga sholat subuh yang HANYA DUA RAKAAT tidak kuasa kita mengerjakannya.

Saya pernah bersemangat untuk membagi kenikmatan di subuh hari dengan teman-teman. Setiap subuh saya mengetuk pintu kamar teman-teman untuk membangunkan mereka. Ada yang berhasil, ada yang tidak. Kebanyakan tidak berhasil. Sampai akhirnya saya malas lagi untuk melakukan aktivitas tersebut. Saya malas karena tidak terlihat hasil nyatanya. Saya malas karena tidak ada manfaatnya bagi saya. Sungguh, saya sempat berpikiran sempit seperti itu. Ketahuilah teman-temanku, saudaraku, bisa saja Allah membiarkan kita larut dalam keadaan yang demikian terus menerus. Koreksi diri coba, dosa-dosa apa saja yang mungkin membuat kita sulit untuk bangun di waktu subuh. Jika Allah sudah membiarkan kita larut dalam keadaan yang demikian, sementara kita merasa tenang-tenang saja seolah tidak ada dosa yang kita perbuat, sementara rizki kita masih terasa mengalir begitu lancarnya, tugas-tugas selesai dengan mudahnya, hidup enak, tercukupi, prestasi banyak, sementara sholat subuh tetap ditinggalkan, maka tunggulah waktunya. Azab Allah datangnya tiba-tiba. Naudzubillah.

Yuk, kalo kita masih sayang orang tua kita, dirikanlah sholat. Khawatir nanti mereka akan ditanya pertanggungjawabannya dalam mendidik kita selama ini, termasuk apakah menyuruh kita mendirikan sholat.
Sudah berapa subuh yang kita lewatkan?



-Widyanto-
Categories: , ,

4 komentar:

  1. kalo melihat hadistnya di atas,, berarti kl kita membangunkan temen2 kos kita tp pada gbs bangun buat mendatangi panggilan ALLAH untuk jama'ah shubuh di masjid, maka bakar saja kamarnya..

    BalasHapus
  2. thanks sudah komen mas/mba anonim.. :)

    BalasHapus
  3. lha terus gimana itu..? berarti kita bakar saja kamar kosnya kalo gak mau bangun sholat shubuh?

    BalasHapus
  4. kita? saya gak bilang mau ikut tuh, terserah mas/mba anonim saja, kost saya anaknya rajin2, hehe

    BalasHapus

Komentar dipersilahkan