Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 23 November 2011

niat haji kite niatin aduh sayang..
niat haji kite niatin duh sayang aduh sayang...
haji mabrur kite dambain..
surilang njot-enjotan...

#lagunye snada nyang judulnye surilang njot-enjotan. mantap dah..

Hubungannya apa ya lagunya Snada dengan judul di atas. Nah, saya ambil sebagian lirik Surilang tersebut, kurang lebih yang kayak di atas. Bulan haji kayak gini janur kuning dimana-mana, alhamdulillah banyak walimahan. Banyak pula umat yang berangkat ke tanah suci untuk sowan, bertamu ke rumahnya Gusti Allah ingkang Moho Agung. Bukan hanya satu dua orang dari negeri kita ini, tetapi jutaan. Bayangkan berapa banyak pesawat yang dipakai, berapa meter kain ihram yang dibuat, berapa pasang sepatu haji yang dibikin, berapa peci haji yang nutupin kepala jamaah, dll. Intinya butuh persiapan yang akbar pula untuk benar-benar bisa pergi haji dan pulang menjadi haji yang mabrur.
Ayah dan Reda
Anyway, kalo baca judul di atas jadi ingat dengan salah satu film karya Ismail Ferroukhi, Le Grand Voyage. Ini salah satu film favorit saya. Selain karena bahasa yang digunakan adalah bahasa Perancis, isi ceritanya sangat menggugah dan memotivasi, apalagi kalau bukan memotivasi untuk naik haji selagi masih muda. Singkat cerita, sang Ayah yang diperankan oleh Mohammed Majd mempunyai seorang putra yang bernama Reda yang diperankan oleh Nicholas Cazale. Keluarga mereka adalah salah satu dari banyak keluarga muslim yang tinggal di Perancis Selatan. Alkisah Sang Ayah memiliki cita-cita ingin menunaikan ibadah haji seperti yang sudah dilakukan oleh ayah dan kakeknya dulu. Hanya saja, uniknya beliau tidak mau berangkat menggunakan pesawat terbang, melainkan dengan mobil. Beliau ingin sekali seperti orang tuanya dulu yang pergi haji dengan cara yang sederhana. Akhirnya beliau jadi berangkat juga dengan ditemani putranya menggunakan mobil yang pintunya pun baru saja diperbaiki dengan mengganti pintu dari mobil lain yang sejenis. Dengan membawa perbekalan, baik makanan, pakaian, uang tunai, serta kelengkapan paspor, sang Ayah dan putranya berangkat dari Perancis menuju tanah suci.

Saya pribadi betul-betul merasakan bahwa perjalanan pergi haji sesungguhnya adalah perjalanan akbar, le grand voyage..., meskipun saya belum pernah menunaikannya. Yang saya tangkap dari film tersebut bahwa sang Ayah ingin sekali memaknai perjalanan haji mulai dari tempat tinggalnya hingga ke tanah suci dan kembali lagi ke tempat tinggalnya. Perjalanan yang sangat jauh, melewati beberapa negara seperti Italia, Slovenia, Kroasia, Serbia, Bulgaria, Turki, Syiria, Jordania, dan Saudi Arabia. Tentu banyak sekali pengalaman yang ditemui dari perjalanan tersebut, baik yang menyenangkan maupun yang menyesakkan hati. Dalam perjalanan tersebut justru menjadi ajang pendidikan untuk Reda dalam memaknai perjalanan akbar ayahnya. Banyak sekali pelajaran yang diambil sepasang ayah dan anak ini sebelum sampai ke tujuan akhirnya.
sehabis bertengkar
Reda sebenarnya malas untuk menemani ayahnya, sehingga dia merasa kesal sepanjang perjalanan. Apa guna ia kembali ke Perancis, toh ia sudah sejauh ini, hampir mencapai tanah suci. Akan tetapi, keadaan semakin memaksa ia untuk kembali ke Perancis dan meninggalkan ayahnya sendirian. Sepanjang perjalanan yang mengiringi perjalanan akbar sang Ayah, ia perlahan-lahan menemukan kebesaran hatinya sendiri. Dengan setia, akhirnya ia mampu mengantarkan ayahnya yang sudah tua itu sampai ke tanah suci. Sang ayah akhirnya bisa memakai kain ihramnya dan mulai berjalan memenuhi panggilan Allah, bertamu ke rumah-Nya.
Labbaikallaaahumma labbaiikk..
Labbaikallaaa syariikalakalabbaiik,,..
Perlahan sang ayah menghilang dari pandangan putranya. Reda dengan setia menunggu di tempat parkir mobilnya. Namun, selesai ibadah haji, anak itu tak kunjung menemukan ayahnya kembali. Sementara rombongan lain sudah kembali, ia yang setia menunggu ayahnya di tempat parkir justru tidak menemukan ayahnya. Kepanikan mulai membanjiri pikirannya, dan ternyata benar, ayahnya benar-benar telah dipanggil oleh Yang Kuasa. Sang Ayah meninggal di tanah suci. Cerita selengkapnya lihat sendiri ya,,.. (hiks..hiks..)

setia menemani sang ayah
Cita-cita, sebenarnya ketika kita menanyakan apakah naik haji termasuk cita-cita kita? Saya pikir setiap orang akan menjawabnya dengan lantang, “IYA”. Lalu kita tanya kembali, “kapan mau berangkatnya?”. Mungkin tidak setiap orang bisa menjawabnya dalam waktu dekat ini. Bahkan ada juga yang menjawab, “Yah, untuk makan sehari-hari aja masih susah Pak, Kok mau berangkat haji, nanti lah kalo sudah ada duit.” Sekali lagi cita-cita, cita-cita untuk naik haji dikalahkan dengan cita-cita untuk memenuhi kebutuhan makan esok hari. Seakan-akan kita lupa bahwa pergi haji masih merupakan rukun Islam yang kelima. Yang kita ingat hanya pergi haji jika mampu saja. Berapa banyak kita berdoa untuk bisa berkunjung ke Ka’bah? Pernahkah kita membayangkan Ka’bah di saat kita berdoa? Seberapa sering kita memotivasi diri kita untuk bisa pergi haji selagi muda?
Sungguh, saya sendiri malu menulis coretan ini. Usaha apa yang sudah saya lakukan sekarang? Nah, ini jadi PR buat diri kita masing-masing. Mau pergi haji ketika masih muda atau pergi haji ketika umur kita sudah lima puluh tahun ke atas? Insya Allah, saya ingin pergi haji selagi masih muda.
Amin,

-Widyanto-

Categories: , ,

2 komentar:

Komentar dipersilahkan