jadikan subuhku bermakna ya Allah |
Saya sudah lama ingin
menulis ini dan sekarang alhamdulillah terlaksana. Saya teringat sebuah pesan
dari Baginda Nabi saw, berikut pesan beliau:
« إن أثقل صلاة على
المنافقين صلاة العشاء ، وصلاة الفجر ، ولو يعلمون ما فيها لأتوهما ولو حبوا ،
ولقد هممت أن آمر بالصلاة فتقام ، ثم آمر رجلا فيصلي بالناس ، ثم انطلق معي برجال
معهم حزم من حطب إلى قوم لا يشهدون الصلاة فأحرق عليهم بيوتهم بالنار » . متفق
عليه .
“
Sesungguhnya solat yang terberat bagi orang-orang munafik adalah solat isya’
dan solat subuh, kalau sekiranya mereka mengetahui apa yang terdapat di
dalamnya, niscaya mereka akan mendatangai keduanya meski dengan terjatuh, dan
sunggguh aku telah berhasryat untuk memerintahkan seseorang agar mendirikan solat, kemudian akau meminta
seseorang agar menjadi imam, lalu aku pergi bersama orang-orang membawa kayu
bakar kepada kaum yang tidak hadir solat, lalu aku bakar mereka dengan
rumah-rumah mereka dengan api.” (HR: Bukhari Muslim).
Hidup jauh dari
keluarga terutama orang tua kadang membuat saya menjadi orang yang lebih malas
dari saya yang sebelumnya. Entah mengapa, mungkin karena tidak ada yang
kelihatan ada dan hadir mengontrol hidup saya. Jadi, untuk mengantisipasi itu,
saya lebih memilih untuk meng-create
lingkungan yang mendukung saya agar tidak larut dalam kemalasan. Salah satu
yang kerap menjadi contoh kemalasan saya adalah sholat subuh berjamaah di
masjid. Saya pikir sebagian besar lelaki muslim sudah tahu bagaimana wajibnya
sholat berjamaah di masjid. Bahkan, sudah digambarkan rasulullah seperti pesan
beliau di atas. Akan tetapi, masih ada saja orang seperti saya yang masih kerap
meninggalkan sholat subuh di masjid. Dan hebatnya, kita punya seribu satu
alasan untuk mendukung kelalaian besar yang kita lakukan ini mulai dari
begadang, banyak tugas/pekerjaan rumah, insomnia, terlalu capek, dll. Hebatnya
lagi, ada yang sengaja memang, seperti: nonton bola sampai pagi, main game,
clubbing, asyik online/chatting, dll. Ketika saya melihat begitu banyak alasan
yang sengaja kita ciptakan untuk mengelabui Allah (naudzubillah), saya melihat
keadaan yang miris sekali. Karena saya tinggal di kost bersama mahasiswa
lainnya, saya sempat beranggapan bahwa yang namanya mahasiswa apalagi laki-laki
ya seperti ini, bangunnya siang dan tidak pernah sholat subuh tepat waktu atau
bahkan tidak sholat subuh dengan sengaja. Apalagi jika ada kuliah atau
praktikum pagi jam 6 atau jam 7, kita bangun, terus mandi, langsung bablas
capcus ke kampus. Setiap hari seperti itu. Saya kembali teringat sebuah kutipan
tulisan bahwa sungguh pengulangan akan suatu aktivitas yang tidak sengaja atau
sengaja kita lakukan dapat menimbulkan kebiasaan. Karena kita setiap hari
sengaja meninggalkan sholat subuh, begitu terus diulang-ulang, maka timbul
perasaan tidak bersalah ketika meninggalkannya. Naudzubillah..
Saya terlalu asyik
dengan empuknya bantal, guling, dan kasur, sehingga saya malas untuk merasakan
betapa kasarnya karpet masjid. Saya terlalu asyik dengan lantunan musik
pengiring tidur sehingga telinga saya malas untuk mendengar adzan subuh yang
menggema. Saya sibuk menarik selimut untuk menghangatkan tubuh sehingga saya
malas untuk bangun, wudhu dengan air dingin, dan berjalan keluar di dinginnya
pagi. Saya malas ya Allah. Apakah kemalasan saya ini adalah bibit-bibit
kemunafikan yang ada dalam diri saya? Atau apakah saya sudah termasuk
orang-orang yang munafik? Naudzubillah.
Apakah begitu berat
untuk memasang alarm handphone, jam, atau sesuatu yang membuat kita terbangun?
Apakah berat ketika lebih memilih untuk tidur dengan alas yang keras ketimbang
menggunakan kasur yang empuk? Apakah begitu berat untuk tidur lebih awal?
Apakah begitu berat untuk meminta tolong kepada teman kita untuk saling
membangunkan? Apakah begitu berat untuk merelakan sebagian kenyamanan yang
melenakan kita? Apakah begitu berat untuk memohon kepada Allah agar dibangunkan
dengan keadaan yang lebih segar dari sebelumnya? Jika iya, mungkin benar ada
bibit kemunafikan dalam diri kita.
Orang munafik jika
berbicara selalu bohong, apakah kita termasuk? Kita selalu berbicara bahwa
Tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan Muhammad utusan Allah, tetapi itu hanya
sebatas omongan saja, hanya sebatas KTP yang berbicara. Orang munafik jika
berjanji selalu ingkar, apakah kita termasuk? Tidakkah kita perhatikan bahwa
kalimat syahadat yang kita yakini dan kita ucapkan itu sebuah janji? Bukan
hanya sebatas pengakuan? Itu janji dan kita kerap mengingkarinya. Ketika subuh
Tuhan kita tidak lagi Allah, tetapi kita menuhankan mimpi-mimpi kita kala
tidur, kita menuhankan bantal, guling, kasur, dll. Kita larut dalam penyembahan
kepada hal-hal itu. Orang munafik jika dipercaya akan berkhianat, apakah kita
termasuk? Bukankah diciptakannya kita ini merupakan bukti bahwa kita memang
dipercaya oleh Allah untuk hidup di dunia ini, bahkan untuk menjadi khalifah?
Bukankah Allah mempercayakan waktu 24 jam penuh untuk kita dan menyerahkannya
kepada kita untuk diatur sebaik mungkin? Duh, kita lalai, kita khianat.
Penciptaan tidak kita anggap sebagai bentuk kepercayaan Tuhan atas diri kita.
Kita tidak bisa mengatur waktu sedemikian rupa sehingga sholat subuh yang HANYA
DUA RAKAAT tidak kuasa kita mengerjakannya.
Saya pernah
bersemangat untuk membagi kenikmatan di subuh hari dengan teman-teman. Setiap
subuh saya mengetuk pintu kamar teman-teman untuk membangunkan mereka. Ada yang
berhasil, ada yang tidak. Kebanyakan tidak berhasil. Sampai akhirnya saya malas
lagi untuk melakukan aktivitas tersebut. Saya malas karena tidak terlihat hasil
nyatanya. Saya malas karena tidak ada manfaatnya bagi saya. Sungguh, saya
sempat berpikiran sempit seperti itu. Ketahuilah teman-temanku, saudaraku, bisa
saja Allah membiarkan kita larut dalam keadaan yang demikian terus menerus.
Koreksi diri coba, dosa-dosa apa saja yang mungkin membuat kita sulit untuk
bangun di waktu subuh. Jika Allah sudah membiarkan kita larut dalam keadaan
yang demikian, sementara kita merasa tenang-tenang saja seolah tidak ada dosa
yang kita perbuat, sementara rizki kita masih terasa mengalir begitu lancarnya,
tugas-tugas selesai dengan mudahnya, hidup enak, tercukupi, prestasi banyak,
sementara sholat subuh tetap ditinggalkan, maka tunggulah waktunya. Azab Allah
datangnya tiba-tiba. Naudzubillah.
Yuk, kalo kita masih
sayang orang tua kita, dirikanlah sholat. Khawatir nanti mereka akan ditanya
pertanggungjawabannya dalam mendidik kita selama ini, termasuk apakah menyuruh
kita mendirikan sholat.
Sudah berapa subuh
yang kita lewatkan?
-Widyanto-
kalo melihat hadistnya di atas,, berarti kl kita membangunkan temen2 kos kita tp pada gbs bangun buat mendatangi panggilan ALLAH untuk jama'ah shubuh di masjid, maka bakar saja kamarnya..
BalasHapusthanks sudah komen mas/mba anonim.. :)
BalasHapuslha terus gimana itu..? berarti kita bakar saja kamar kosnya kalo gak mau bangun sholat shubuh?
BalasHapuskita? saya gak bilang mau ikut tuh, terserah mas/mba anonim saja, kost saya anaknya rajin2, hehe
BalasHapus