Padahal sudah bulan Juni tapi baru posting,..Hehe,
Judul lagu aslinya Januari di Kota Dili, sekarang aku mau cerita
pengalamanku pergi ke Dili, Republic Democratic Timor Leste (RDTL). Berawal
dari tawaran dosenku untuk menemani beliau memberikan training dengan WHO
(World Health Organization) di kota ini, langsung aku terima saja tawaran
tersebut. Semua materi training, paspor, tiket, dll sudah kami siapkan dan
tinggal berangkat saja. Kami mendarat di International
Aeroporto Internacional Presidente Nicolau Lobato. Bandaranya tidak terlalu
besar, namun banyak sekali helikopter dari PBB yang mangkal di sana.
Orang-orang bilang itu digunakan untuk memantau daerah perbatasan. Kesan pertama
melangkahkan kaki di tanah Dili adalah PANAS. Tapi, Dili memiliki pantai yang
indah dan kota ini dikelilingi oleh pegunungan yang cantik.
tiba di bandara Presiden Nicolau Lobato, Dili |
mengurus VoA |
Tiba di luar negeri, segera kami mengurus visa. Kebetulan visa yang berlaku di sini adalah VoA (Visa on Arrival), jadi begitu kita arrived di sana, kita harus bayar visa yang berlaku untuk 30 hari saja, jumlahnya USD 30 per orang. Selesai mengurus keimigrasian dan mengambil luggages, kami dijemput oleh staf WHO, Pak Fransiscus dan Pak
Crispin. Pak Fransiscus menjadi driver kami saat itu, sedangkan Pak Crispin
memang sudah menjadi PIC kami dari sebelumnya. Sementara driver melakukan tugasnya, kami sibuk diterangkan tentang keadaan Dili,
apa-apa yang terlihat di sisi kanan dan kiri mobil Land Cruiser putih yang kami
naiki sepanjang jalan diterangkan oleh Pak Crispin. Saat itu sedang masa
kampanye. Saya tidak menyangka partai politik di sana sudah berjumlah sebanyak
21 partai. Banyak juga ya?
Ketika kami melewati sebuah gedung yang megah, Pak Crispin segera mengambil
bagiannya lagi, “Ini istana presiden”. Nah, akhirnya kami sampai di hotel yang
sudah dipesan oleh staf WHO untuk
kami tempati selama seminggu. Hotel ini terletak di daerah Colmera, Dili.
Daerah pusat kota, tepatnya di jalan Colmera atau dalam bahasa Portugis
dinamakan Rua du Colmera.
Omong-omong tentang bahasa, masyarakat Dili sehari-harinya menggunakan bahasa Tetum sebagai bahasa nasional.
Akan tetapi, untuk bahasa administratif atau pemerintahan digunakan bahasa Portugis. Nah, bahasa Indonesia bagaimana? Mereka juga
masih lancar berbahasa Indonesia, karena dulu sebagian besar masyarakat Dili
juga mengenyam pendidikan bahasa Indonesia sewaktu Timor-Timur masih menjadi
bagian dari NKRI.
daerah Colmera, Dili |
pagi di kota Dili |
Sebenarnya saya agak malu waktu itu, karena saya terbiasa menggunakan
bahasa Inggris ketika berkomunikasi dengan Pak Crispin. Nah, ketika jalan-jalan
di sekitar hotel saya disarankan untuk membeli SIMCard (kartu GSM) Timor Telecom, satu-satunya provider GSM di
RDTL. GSM di sini harganya USD 3, ditambah pulsa waktu itu saya belinya USD 7,
jadi total USD 10. Beli GSM dan pulsanya pun tidak di counter-counter seperti di Indonesia, tetapi di satu counter khusus milik Timor Telecom
(semacam toko). Waktu itu saya coba berbicara dengan bahasa Inggris, tapi kata
Pak Crispin, “sudah pak Anto, mereka tahu kok bahasa Indo” sambil tersenyum.
Haha, dalam hati “dari tadi kek”. Yah maklum, mereka selalu mengobrol dengan
bahasa Tetumnya yang sama sekali tidak saya pahami. Jadi saya pikir mereka ini
bisa bahasa Indo gak ya? Eh, ternyata bisa.
Nah, satu lagi. Di Indonesia timur mungkin sudah menjadi kebiasaan untuk
memanggil seseorang yang masih muda dengan sebutan ‘kakak’ yang saya artikan ‘mba’
atau ‘mas’. Jadi kalau ketemu pengurus hotel misalnya, mereka menyapa saya, “Selamat Pagi Kakak!”. Orang Timor Leste
memang ramah.
Sampai di sini dulu ceritanya, nanti dilanjut lagi insya Allah.. :D
-Widyanto-
waaaww, nice trip
BalasHapuskereeeeeeeeeen...
BalasHapusberarti yg di mangga dua itu orang Indonesia Timur juga donk?
"Silahkan kakaaaaaaaak" "Cari apa kakaaaaaak?"
XD
hahaha, enggak juga sih kakak, :D
BalasHapuskalo gitu, yang di hokben, dll juga atuh, :p
jadii pengen k kota dili kota kelahiran aq......
BalasHapus