Orang kalau sedang marah katanya
darahnya lagi naik ke ubun-ubun, kepalanya sedang panas, emosinya tinggi, dan
lain-lain. Ketika seseorang marah, ia butuh sesuatu untuk menurunkan emosinya,
mendinginkan kepalanya, dan menurunkan tekanan darahnya. Orang yang sedang
dalam kondisi high voltase layaknya
ingin mendapat perhatian. Betapa orang yang marah itu terlihat ‘aneh’ di mata
orang lain, khususnya yang berada di sekitarnya. Wa bil khusus lagi orang yang jarang atau tidak pernah melihat
seseorang marah dan suatu saat melihatnya marah. Pasti berkesan.
“Hei, awas hati-hati, jangan dekat-dekat dia, nanti kamu kena semprot!”
ujar seseorang. Ternyata orang marah juga dapat menyemprotkan omelan,
kata-kata, yang umumnya kasar, jelek, dan tentu bernada tinggi. Alangkah
indahnya ketika orang marah lebih memilih diam. Mungkin di situ lah makna diam adalah emas ia dapatkan. Bukan
orang lain yang melihat diam adalah emas, tetapi orang yang marah kemudian
memilih diam itu yang sedang menggali ladang emas. Kenapa bisa seperti itu?
Tentu semuanya jadi jelas ketika seseorang pandai menahan diri, termasuk
menahan amarahnya sendiri. Walau bagaimanapun, musuh terkuat seseorang di dunia
ini tidak lain adalah nafsu, keinginan, ego, dll dalam diri.
Kalau sedang marah itu duduk,
kalau masih marah tiduran, kalau masih marah ambil wudhu, kalau masih marah
lagi sholat. Dan jangan lupa, istighfar. Cara-cara tersebut terbukti efektif
bagi beberapa orang apalagi jika ditambah dengan melantunkan beberapa ayat
kitab suci Al Quran. Meski bisa meredakan, namun keikhlasan tiap orang
berbeda-beda. Seseorang bisa saja ikhlas melepas amarahnya dengan cara diam,
tetapi itu pun relatif. Seberapa lama dia bisa diam, seperti apa cara dia diam,
dll. Oleh karena itu, sepandai-pandainya seseorang menyimpan amarahnya, tetap
harus dikeluarkan. Yang namanya energi berlebih dalam diri ya harus
dikeluarkan, kalau tidak bisa kacau jadinya. Sebagian orang memilih untuk
beraktivitas lain yang mampu mengalihkan amarahnya, meng-convert-nya menjadi sesuatu yang lebih berguna. Sebagian yang lain
lebih senang memilih curhat dengan orang lain yang mampu mengerti
permasalahannya dengan bijak, bukan untuk mengompori atau memanasinya lagi.
Sebagian yang lain yang ekstrem memilih untuk menghentikan aliran energi
tersebut, karena sudah tidak kuat mungkin (baca: bunuh diri à jangan dicontoh).
Wow, hebat sekali. Macam-macam
latar belakang orang marah dan macam-macam pula orang menyikapinya. Kemarahan yang
didasarkan akan kebenaran tentu lebih baik dan bijak dibandingkan kemarahan
yang terlontar tanpa sebab yang benar. Semoga di setiap kemarahan apa pun yang
pernah kita lakukan atau kita dapatkan senantiasa ada pelajaran berharga untuk
hidup kita, amin.
A : Anggone
N : Nesu
G : Gek
E : (E)ndang
R : Rampung
Maksa :D
-Widyanto-
bahaha... bagus an! Yap yap, mesti memanajemen amarah ini :D
BalasHapuswahaha, maturnuwun lho om, iya lah, kita ini manajer buat diri sendiri :p
BalasHapusnice post :)
BalasHapus