...
Selama setengah jam Mortenson menunggu dengan gelisah
sementara Sakina menyeduh paiyu cha. Haji Ali menyusurkan jemari di sepanjang
ayat-ayat Al Quran yang paling dia hargai di atas semua miliknya, membuka-buka
halaman secara acak dan dengan nyaris tak bersuara menggumamkan doa-doa bahasa
Arab sementara dia menatap tak berkedip ke satu arah.
Ketika mangkuk-mangkuk berisi teh mentega mendidih sudah ada
di tangan masing-masing, Haji Ali berkata, “Kalau kau ingin berhasil di
Baltistan, kau harus menghargai cara-cara kami,” ujar Haji Ali, meniup-niup
mangkuknya. “Kali pertama kau minum teh bersama seorang Balti, kau masih orang
asing. Kedua kalinya kau minum teh, kau adalah tamu yang dihormati. Kali ketiga
kau berbagi semangkuk teh, kau sudah menjadi keluarga, dan untuk keluarga kami,
kami bersedia untuk melakukan apa saja, bahkan untuk mati sekalipun.” Haji Ali
meletakkan tangannya dengan sikap hangat di atas tangan Mortenson. “Dokter
Greg, kau harus memberi waktu untuk berbagi tiga cangkir teh. Mungkin kami
memang tidak berpendidikan. Tetapi kami tidak bodoh. Kami telah hidup dan
bertahan di sini untuk waktu yang sangat lama.”